Senin, 10 September 2012

Mengenang Sahabat

Ini tentang seorang yang baik, berbakti sama orang tua, orang yang ramah, pintar, rela berkorban, pekerja keras, tapi sayangnya dia sudah dipanggil Yang Maha Kuasa saat umurnya masih belum genap seperempat abad dan belum sempat berkeluarga. Dia adalah sobatku, yang lama sudah nggak ketemu. Sebut saja namanya Awan. Dulu rumah kita sama-sama satu kampung, sampai sekarang sih rumahnya masih tetap, cuma sejak beberapa tahun lalu dia kerja di Malang, jadi kita sudah jarang banget ketemu. Tapi menurutku lebih baik dia kerja jauh seperti itu, tinggal di Malang, daripada harus tinggal di Surabaya tapi rawan terkontaminasi. Terkontaminasi?? Ya, gitu aku nyebutnya, karena kondisi keluarganya nggak stabil, itu bahasa halusnya. Ia punya 6 kakak, 3 kakak laki-lakinya termasuk brandalan dan 2 diantaranya sudah pernah masuk penjara, praktis yang baik secara attitude tinggal kakak tertuanya, dan 2 kakak perempuannya, sayangnya yang good attitude itu kondisinya kurang mapan, dan harus diakui kalau si Awan yang paling mapan meskipun dia anak bungsu. Ibunya sudah lama meninggal dunia, ayahnya kasihan, baru meninggal hampir setahun lalu karena sakit. Sejak masih sekolah, Awan memang pintar, kita pernah satu sekolah waktu SD dan SMP, tapi dia adik kelasku. Dia selalu ranking sehingga banyak dikenal oleh guru-guru. Attitudenya juga baik, sederhana, dan nggak neko-neko. SMA kita sudah tidak satu sekolah lagi, dia memilih masuk SMK. Aku memaklumi karena habis lulus dia bisa langsung kerja buat membantu ayahnya. Dan benar saja, setelah lulus SMK, dia kerja dan sejak itu kita jarang ketemu, sampai aku dengar kabar kalau dia kerja di salah satu toko buku terkenal di Indonesia dan ditempatkan di Malang, hingga kondisinya cukup mapan sekarang, berkat kerja kerasnya. Sayangnya kehidupan dia di dunia ini tidak bisa lama, 9 September 2012, disaat umurnya masih sekitar 23 tahun, dia meninggal dunia karena sakit. Aku tidak menyebutkan sakit apa, buat menghormati dia. Dari situ aku mikir, kenapa orang sebaik Awan secepat itu meninggal? Pertanyaan yang nggak berujung karena tentu cuma Tuhan yang tahu, namun kita bisa mengambil hikmahnya. Orang seperti Awan itulah yang lebih pantas dijadikan inspirasi, yang talk less do more, bukan talk more do less macam motivator. Farewell sobat. Semoga segala kebaikanmu diterima Tuhan, hiduplah tenang dan damai di alam sana.

Bojonegoro Trip, Takjub dengan Pembenahan PT Kereta Api

Setelah sempat lama nggak naik kereta api, akhirnya 8 September kemarin aku bisa naik kereta api lagi walaupun cuma buat tujuan Bojonegoro. Kalau cuma bisa naik lagi sih udah biasa, tapi ada yang tidak biasa dan beberapa hal baru di perkeretaapian Indonesia. Sejak tahun lalu sebenarnya aku sudah sering dengar kalau di PT Kereta Api Indonesia ada banyak perubahan terutama perubahan ke arah positif. Lebih tepatnya sejak Ignasius Jonan menjadi Dirut PT Kereta Api Indonesia pada 2009 lalu. Saya sering dengar kalau sekarang peron di stasiun-stasiun harus steril dari penumpang saat kereta api yang akan mengangkut mereka belum datang, pembelian tiket tujuan jarak jauh harus sesuai dengan nama di KTP pemilik tiket, jadi tiap penumpang cuma memegang 1 tiket aja, terus jumlah penumpang harus pas dengan jumlah tempat duduk di gerbong, berlaku buat seluruh kelas baik itu eksekutif, bisnis, dan eksekutif, jadi nggak ada namanya penumpang berdiri, dan sebagianya. Pertama aku kurang percaya, tapi ternyata benar. Kembali ke topik ke Bojonegoro diatas, kali ini aku bener2 takjub karena penertiban-penertiban itu ternyata benar-benar diterapkan. Dulu masuk ke Stasiun Pasar Turi aja agak ogah-ogahan karena terkesan kotor, sumpek, padat penumpang dan kurang teratur, tapi sekarang stasiun lebih bersih, padat penumpang sih masih tetap, cuma lebih teratur, andaikan sampai ada yang ngemper pun nggak terlalu lama, peron di dalam stasiun steril dari calon penumpang, jadi penumpang baru boleh masuk peron sekitar 15 menit sebelum kereta api berangkat, penjagaan juga lebih diperketat, penjual makanan nggak keliatan bersliweran di peron dalam maupun di dalam kereta. Terus masuk ke kereta Cepu Express, busyet, kelas ekonomi tapi ber-AC, dalamnya terang, keliatan bersih, cukup mewah untuk sekelas kereta api ekonomi, maklum juga, masak kereta ekonomi AC sama kayak kereta ekonomi biasa? Walaupun gitu, kabarnya kereta api ekonomi biasa pun sekarang lebih bagus, terutama sejak diterapkannya kebijakan tidak boleh ada penumpang berdiri maupun pedagang asongan di kereta api termasuk kelas ekonomi, jadi keliatan lebih bersih, cuma aku belum pernah tahu sendiri, mungkin lain kali juga tahu kalau pas naik KA kelas ekonomi biasa.
Yang baru aku tahu juga waktu naik KA Cepu Express itu di dalam kereta ada cleaning service-nya, tiap berapa jam gitu dia menyapu lantai kereta, jadi tetap bersih sampai stasiun tujuan, terus ada juga layar monitor elektronik panjang di ujung-ujung gerbong bertuliskan nama kereta dan setiap melewati maupun berhenti di stasiun tertentu, tulisan di layar itu berganti menjadi nama stasiun tersebut. Hmm..berguna banget buat penumpang yang pengen tahu sudah sampai di mana perjalanan keretanya. Sampai tujuan juga tidak sampai terlambat, relatif tepat waktu seperti yang tertulis di tiket. Banyak banget kelebihannya sekarang, mungkin kekurangannya (Kereta Api Cepu Express) adalah jarak antar tempat duduk di depannya kurang luas, jadi kaki tidak bisa selonjor enak, kalaupun mau selonjor, kakinya dinaikkan ke tempat duduk di hadapan kita, tentu saja agak sungkan kalau di hadapan kita ada penumpang lain. Dan juga suara mesinnya cukup noisy yang bikin suasana di dalam kereta cukup berisik. Least but not last, salut buat PT Kereta Api Indonesia yang secara keseluruhan sudah berbenah banyak demi kenyamanan para pengguna kereta api. Semoga pembenahan ini tetap dipertahankan atau semakin ditingkatkan sekalian. Two thumbs up.