Sabtu, 19 Februari 2011

Hiburan ala United: Ciri Khas dari Pertandingan-Pertandingan United yang Membuat Kita Betah untuk Menonton

Manchester United tahu bagaimana cara menghibur pendukungnya. Tim kebanggaan kita ini tidak hanya menyajikan permainan sepakbola indah, tetapi juga menyajikan drama sepakbola yang membuat pertandingan-pertandingan United merupakan sebuah entertainment tersendiri. Ada tiga hal yang menjadi ciri khas hiburan ala Manchester United.
Pertama adalah kemenangan telak. Pertandingan sepakbola menjadi menyenangkan untuk dinikmati jika tim kesayangan kita berhasil mengalahkan tim lawan dengan skor mencolok. Perasaan superior dan ditakuti tim lawan akan muncul saat sebuah tim berhasil mencetak skor besar. Hanya saja unsur ketegangannya kurang kita rasakan. United berkali-kali mengalahkan lawan-lawannya dengan selisih lebih dari empat gol. Bahkan menurut pengamatan saya, jika dalam satu musim kompetisi liga United pernah mencetak kemenangan minimal 5-0 (syukur-syukur kalau lebih), maka di akhir musim United seringkali menjadi juara liga. Sayangnya musim ini daya gedor United terkesan agak kurang garang karena United lebih sering menang dengan skor selisih 1 gol dan rata-rata hanya mencetak dua gol per pertandingan. Untungnya, United sudah pernah menang dengan skor 5-0 ketika melawan Birmingham, bahkan sempat lebih besar ketika mencetak angka 7-1 melawan Blackburn. Itu berarti United berpeluang besar menjadi juara liga musim ini.
Kedua adalah The Late Show. Maksudnya dalam konteks ini adalah gol-gol yang terlambat datang, entah itu gol balasan penyama kedudukan maupun gol penentu kemenangan yang dicetak menjelang menit-menit terakhir setelah keunggulan United disamakan lawan atau saat skor 0-0 sepertinya menjadi skor akhir. Musim ini kita sering melihat United melakukannya, antara lain saat melawan Liverpool, Bolton, Stoke, Wolves, Aston Villa, WBA, Rangers, dan Valencia. Untuk yang ini, unsur ketegangan sudah cukup tinggi.
Namun, unsur ketegangan tertinggi adalah ciri khas ketiga, yaitu Fight Back atau dalam konteks ini maksudnya adalah membalikkan ketertinggalan skor menjadi kemenangan bagi United saat laga berakhir. Unsur ketegangannya tertinggi karena tidak hanya menunjukkan semangat pantang menyerah saja, namun semangat untuk tetap memenangkan pertandingan meskipun harus tertinggal berapapun skornya. Sangat dramatis! Mental juara tingkat tinggi benar-benar ditunjukkan saat United melakukan Fight Back. Sudah banyak pertandingan yang harus dlalui United dengan cara Fight Back. Namun saya akan memberi contoh empat pertandingan yang menurut saya paling mengesankan.
Pertama adalah saat bertandang ke Spurs musim 2001-2002. Saat itu United tertinggal 3-0 pada babak pertama, namun saat babak kedua, Spurs dibalas dengan lima gol hingga skor akhir 3-5 untuk United. Kedua, saat bertandang ke Highbury musim 2004-2005 dimana setelah tertinggal 0-1, akhirnya United unggul 2-4, dan ketika itu masih masa-masa perselisihan yang meruncing antara Keano dan Viera. Ketiga adalah final Champions League pada 26 Mei 1999, yang ini tidak perlu saya jelaskan lagi karena merupakan hal yang paling mengesankan bagi Manchester United beserta para Manchunian-nya dibandingkan dengan pertandingan-pertandingan lainnya. Dan yang terakhir adalah saat bertandang ke Blackpool musim ini (dari tertinggal 2-0 dibalik menjadi 2-3 saat pertandingan berakhir). Pertandingan ini menjadi salah satu yang mengesankan karena disaat sepertinya United menelan kekalahan pertamanya musim ini, ternyata hal itu tidak terwujud. Rekor tak terkalahkan tetap terjaga sampai 23 pertandingan liga bahkan menjauhkan diri dari kejaran Arsenal menjadi selisih lima poin.


Ardha Ichsan Asyari
Manchunian Surabaya

Antara Mou dan Pep, Dua Kandidat Utama Suksesor Fergie

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa masa kepelatihan Fergie di MU tidak akan lama lagi. Oleh karena itu MU harus segera bersiap-siap mencari calon pelatih baru. Dua nama telah dikait-kaitkan akan berlabuh di M16, siapa lagi kalau bukan Jose Mourinho dan Joseph “Pep” Guardiola.
Mou sudah jauh-jauh hari menyatakan ingin kembali merasakan atmosfir Liga Inggris dengan menjadi pelatih MU sebagai suksesor Fergie. Sedangkan beberapa minggu yang lalu pasca laga Il Classico antara Barcelona vs Real Madrid, giliran Pep yang menyatakan ingin menjadi pelatih MU pasca Fergie. Ia bahkan rela menunggu sampai Fergie pensiun dengan cara memperpanjang kontrak setahun lagi di Barca.
Dua nama itu memang dirasa pantas menjadi suksesor MU. Mereka adalah dua pelatih muda revolusioner dan paling berpengaruh saat ini. Mou dan Pep memiliki beberapa kesamaan yang membuat mereka cocok menjadi suksesor Fergie yaitu permainan indah nan menghibur, efektif, penuh determinasi, memiliki “insting membunuh lawan”, disiplin tinggi, memiliki sistem rotasi yang baik, serta bermental juara, unsur-unsur itulah yang selama ini diterapkan Fergie kepada MU-nya.
Namun disamping kesamaan, ada juga beberapa perbedaan diantara mereka. Jika Mou yang menjadi suksesor Fergie, maka bersiap-siaplah melihat MU tidak lagi mementingkan kemenangan besar dengan skor mencolok. Gaya permainan ala Mou memang menghibur, namun gol yang dihasilkan tidak terlalu besar. Sejak di Chelsea kemudian di Inter Milan, Mou jarang memenangkan pertandingan dengan skor besar. Baru di Real Madrid skor-skor besar tercipta dari taktiknya, itupun masih mengganjal Mou karena baginya yang penting bukanlah menang dengan skor besar namun malah kebobolan, melainkan menang dengan skor tidak terlalu besar namun gawang tidak sampai kebobolan. Selain itu, nasib para pemain muda home ground MU belum tentu terjamin karena Mou jarang sekali memanfaatkan pemain-pemain home ground. Ia lebih memilih mencari pemain berbakat dan berpotensi memberi perubahan terhadap tim dengan harga yang tidak terlalu mahal dan belum tentu pemain muda.
Jika Pep yang menjadi suksesor Fergie, maka gaya permainan MU yang selama ini lebih mengandalkan peran pemain sayap dan formasi 4-4-2 akan berubah menjadi lebih mengandalkan pada permainan merata di semua lini dengan gaya tiki-taka (permainan tik-tak dan umpan satu dua antar pemain) lebih cepat daripada gaya tik-tak ala Fergie dan cenderung menggunakan formasi 4-3-3 dengan seorang playmaker murni di lapangan tengah. Selain itu, pemain-pemain mahal juga akan didatangkan. Kita tentu tahu kesuksesan Pep mendatangkan pemain-pemain bintang berharga cukup mahal ke Barca antara lain Ibrahimovich, David Villa, sampai Mascherano.
Namun positifnya, MU akan tetap pada khasnya yaitu memenangkan pertandingan dengan skor-skor besar dan mencolok bahkan hal itu bisa terjadi lebih sering dibandingkan pada era-nya Fergie. Selain itu, nasib para pemain muda home ground lebih terjamin di tangan Pep karena ia lebih suka memanfaatkan jasa pemain-pemain muda home ground meskipun telah mendatangkan pemain mahal.
Mou dan Pep sebagai suksesor Fergie tentu sekarang masih sebatas wacana. Bisa saja satu diantara mereka dipastikan menjadi suksesor MU, atau bisa saja muncul nama lain diluar kedua figur itu yang berhak menahkodai MU selanjutnya. Yang pasti siapapun suksesornya, seluruh Manchunian di dunia berharap MU tetap meraih titel-titel bergengsi pasca ditinggal “sang dewa” Sir Alex Ferguson nantinya, jangan sampai bernasib tragis seperti rival Merah kita dari Merseyside.
We’ll never die, we’ll never die. We’ll keep the Red Flag flying high. ‘Cos Man. United will never die!!
Ardha Ichsan Asyari
Manchunian Surabaya