Kamis, 29 November 2012

Rambo IV, Aksi John Rambo Lebih Brutal



Setelah kecewa berat pasca nonton Breaking Dawn part 2 yang masih saja girlie movie, saya mencoba melampiaskannya dengan menonton Rambo IV, kebetulan sehari sebelum nonton seri terakhir saga Twilight tersebut, saya sempat menyewa sejumlah film, dan salah satunya Rambo IV itu. Terlambat memang saya baru menontonnya tahun ini, karena film tersebut tersebut sudah dirilis pada 2008 silam. Tapi pepatah "Better late than never" masih tetap berlaku kan?

Rambo IV diawali dengan dokumenter mengenai cuplikan-cuplikan kekerasan bahkan pembantaian massal di Myanmar. Kemudian adegan beralih ke sebuah persawahan di Myanmar dimana sejumlah tentara (saya menangkapnya tentara pemerintah) membantai sejumlah penduduk karena para penduduk tersebut dianggap tidak pro pemerintah dan lebih pro ke pemberontak Karin yang menentang tindakan semena-mena dan ala diktator dari para tentara pemerintah tersebut.

Pembantaian tersebut kemudian mendapat perhatian dari sejumlah misionaris yang ingin membawa pesan perdamaian ke wilayah konflik. Mereka dibantu Rambo untuk mencapai wilayah tersebut. Namun bukannya perdamaian justru malah mengalami pembantaian, dimana saat para misionaris tersebut sampai di sebuah desa rawan konflik, para tentara pemerintah membombardir desa tersebut secara brutal. Para misionaris kemudian menjadi tawanan. Singkat cerita, sejumlah tentara bayaran dengan dibantu Rambo akhirnya melakukan operasi pembebasan terhadap para misionaris tersebut.

Dibintangi dan disutradarai Sylvester Stalone sendiri, Rambo IV benar-benar memuaskan para lelaki pecinta film action. Memang dari segi crita tidak ada yang istimewa, segalanya bisa ditebak, tipikal film aksi, bahkan saking tipikalnya, ditampilkan tokoh cewek sebagai pemanis yang dapat meluluhkan kerasnya hati dan watak sang jagoan utamanya. Dan untuk ukuran zaman sekarang, cerita yang mudah ditebak dan tipikal dianggap sebagai kekurangan sebuah film dan menjadi sasaran cercaan para kritikus. Namun kekurangan itu berhasil ditutupi secara baik dengan adegan-adegan laganya yang penuh ledakan, kejar-kejaran dan tembak-menembak khas film aksi 80-an namun lebih brutal karena dibantu dengan sentuhan teknologi visual effect modern sehingga tidak mengecewakan.

Tensi ketegangan juga berhasil ditampilkan sejak awal, terutama saat adegan pembantaian massal terhadap penduduk sipil yang membuat kita merasa miris, dan tentu saja adegan-adegan laganya yang dapat mengobati perasaan miris setelah menyaksikan pembantaian massal tersebut. Ibaratnya begini, kita benar-benar dibuat kesal dengan tindakan para oknum tentara pemerintah Myanmar tersebut yang membantai dan memerkosa penduduk sipil seenaknya, berharap ada pahlawan yang memberantas mereka, dan saat pahlawan itu datang dengan melakukan serangan balasan yang tak kalah brutal, kita bisa berkata, "Rasain tuh balasannya!"

Overall, Rambo IV merupakan salah satu film laga full action terbaik yang pernah saya tonton, menyajikan banyak adegan aksi yang brutal namun tidak sampai membuat mual, serta minim dialog panjang apalagi bertele-tele. Akhirnya, instalement keempat dari kisah John Rambo ini layak mendapat rating 3 bintang dari total 5 bintang. Yang pasti jangan berharap cerita yang berat dan dialog yang dalam, cukup duduk manis dan nikmati aksi-aksi laganya, dijamin puas dengan film ini.

Selasa, 27 November 2012

Breaking Dawn part 2, Saga Penutup yang Mengecewakan




Ada 2 pihak yang menanti setiap perilisan kelanjutan saga Twilight, pihak pertama adalah orang-orang yang suka dengan cerita karangan Stephanie Meyer ini, entah itu suka dengan karakter Edward Cullen yang tampan dan cool (khusus untuk penonton cewek), atau memang suka dengan cerita romantis Edward dan Bella (yang ini mayoritas masih kalangan penonton cewek, namun tidak menutup kemungkinan untuk penonton cowok). Pihak kedua adalah pihak yang skeptis dengan saga tersebut dan selalu menanti adanya sesuatu yang tidak mudah ditebak terutama untuk ending-nya, menantang pemikiran, serta berharap lebih banyak adegan action setiap kali seri ini dirilis. Untuk pihak kedua ini terdiri dari para kritikus film dan mayoritas penonton cowok. Sayangnya, untuk seri terakhir dari saga Twilight ini, pihak kedua kembali tidak terpuaskan.

Saga terakhir Twilight yang berjudul Breaking Dawn part 2 ini menceritakan hari-hari Bella menjadi vampir baru yang sangat kuat serta kehidupannya sebagai ibu. Bella telah memiliki seorang putri bernama Renesmee hasil pernikahannya dengan Edward Cullen. Tentu saja Bella bahagia dengan kehidupan barunya ini. Namun kehidupan baru Bella menyisakan masalah karena Volturi tidak senang, terutama dengan kelahiran Renesmee, karena Volturi menganggap putri Bella tersebut dapat mengancam kehidupan ras vampire. Volturi pun bersikeras untuk membunuh Renesmee, namun tentu saja para vampire keluarga Cullen tidak rela dan berusaha mencegah agar Volturi tidak membunuh Renesmee. Begitulah inti film yang disutradarai Bill Condon tersebut.

Seperti yang sudah diduga pihak-pihak yang skeptis terhadap saga ini, formula cerita Breaking Dawn part 2 secara umum praktis sama dengan seri-seri sebelumnya, menampilkan adegan romantis antara Edward dan Bella, adanya pertentangan antara klan Srigala dan Vampir yang berujung perkelahian, hingga adanya pihak-pihak yang bermusuhan dengan vampire keluarga Cullen. Andaikan Bill Condon bisa mengemasnya dengan baik, meskipun mengandung formula yang sama, Breaking Dawn part 2 mungkin bisa menjadi sajian berbeda. Namun yang saya lihat ternyata sama saja, alurnya mudah ditebak, istilahnya seperti ini: “nanti seperti ini, kemudian selanjutnya seperti ini, dan endingnya seperti ini”. Bahkan saya sempat mengantuk, hingga akhirnya ngantuk saya hilang saat film sudah memasuki paruh terakhir, karena disitu baru terjadi adegan-adegan yang seru dan menegangkan hingga sempat membuat nafas tertahan, serta munculnya sesuatu yang tidak terduga, namun belum sampai ke tahap kejutan.

Saya (dan tentu saja orang-orang yang masuk golongan pihak kedua) berharap setelah adanya adegan-adegan yang tak terduga, klimaks film ini menghasilkan adanya kejutan sehingga membuat Breaking Dawn part 2 menjadi berkesan, karena langkah menuju kejutan itu sudah terbangun. Sayang sekali, ujung-ujungnya malah kekecewaan. Memang benar ada yang mengejutkan di paruh akhir menjelang klimaks, namun kejutan tersebut malah terasa konyol. Ibaratnya seperti begini, kamu merasa jatuh ke dalam jurang yang dalam, namun ketika semakin mendekati dasar jurang, kamu terbangun, dan menyadari bahwa jatuh ke jurang itu hanyalah mimpi buruk. Dan klimaks film ini, sudah bisa ditebak, happy ending yang sangat umum.

Overall, saya hanya memberi rating 2 bintang, dari nilai maksimal 5 bintang. Alasannya pertama, cerita yang mudah ditebak. Kedua, acting para pemainnya di kisaran rata-rata, tidak jelek, namun tidak juga istimewa. Ketiga, visual effect yang tidak terlalu bagus, masih terlihat seperti rekayasa komputer. Mungkin anjuran saya buat para cowok, lebih baik kalian tidak usah menonton Breaking Dawn part 2, kecuali kalau untuk menemani cewek menonton film ini, atau memang fans berat dari saga Twilight. Beruntung, di adegan terakhir sedikit terselamatkan dengan adegan menyentuh karena diiringi lagu A Thousand Years-nya Christina Perri.

Rabu, 21 November 2012

Good Luck Di Matteo

Saya terkejut, bahkan bisa-bisa bilang WOW saat mengetahui berita di salah satu TV swasta bahwa Chelsea memecat pelatih Roberto Di Matteo. Saya memang bukan fans Chelsea, tapi seorang Mancunian (fans MU), namun saya ikut bereaksi keras dengan pemecatan Di Matteo, semudah itukah Chelsea memecat pelatih yang baru saja membawa Chelsea menjuarai Liga Champions untuk pertama kalinya hanya karena baru 2 kali kekalahan beruntun di Liga Inggris (dari West Bromwich) dan Liga Champions (dari Juventus) dalam sepekan terakhir?

Mungkin momen 2 kekalahan beruntun itulah yang ditunggu Roman Abramovich untuk mewujudkan niatnya mendepak Di Matteo yang tertunda sejak awal musim ini. Mantan gelandang Chelsea di akhir dekade 1990an tersebut memang bukan pelatih impian Abramovich untuk menangani Chelsea. Bukan rahasia lagi kalau taipan asal Rusia tersebut menginginkan Pep Guardiola untuk menangani klub yang dimilikinya tersebut, yang kebetulan sejak awal musim ini sengaja menganggur pasca mengundurkan diri dari Barcelona. Namun tentu saja keinginan itu tidak mudah, Abramovich tidak bisa memecat Di Matteo begitu saja karena dia telah berjasa menjuarai Liga Champions, trofi yang diimpi-impikan Abramovich sejak mengambil alih Chelsea pada 2003 lalu, selain itu Guardiola masih ingin beristirahat sejenak dari sepakbola selama minimal setahun. Akhirnya mau tidak mau Di Matteo tetap dipertahankan.

Di Matteo menjadi pelatih pada pertengahan musim lalu menggantikan Andre Villas Boas yang juga dipecat. Saat itu, dia hanya sebagai caretaker (pelatih pengganti) setelah sebelumnya merupakan asisten Villas Boas. Melihat track record Chelsea selama dilatih Di Matteo, sebenarnya tidaklah mengecewakan. Jika dibandingkan dengan MU sebagai klub Inggris tersukses, musim ini Chelsea sedikit lebih baik, setidaknya hingga November ini. Dilihat dari peluang meraih gelar, Chelsea masih berpeluang di 4 kompetisi yaitu FA Cup, Barclays Premier League (BPL), League Cup, dan Liga Champions, bandingkan dengan MU yang sudah kehilangan kesempatan meraih gelar di League Cup (setelah disingkirkan Chelsea). Kemudian di BPL, meskipun untuk sementara posisi Chelsea di peringkat ketiga atau 1 strip di bawah MU, namun The Blues baru kalah 2 kali, sedangkan MU sudah 3 kali kalah. Total MU sudah kalah 5 kali di seluruh ajang kompetisi, sedangkan Chelsea baru kalah 4 kali.

Di luar lapangan, berkat uang reward hasil juara Liga Champions musim lalu, keuangan Chelsea akhirnya meraih keuntungan setelah selama 9 tahun selalu minus, itu juga berkat kesuksesan Di Matteo di dalam lapangan. Laporan neraca keuangan per-Oktober menunjukkan Chelsea untung sebesar 1,4 juta pounds atau setara Rp21,4 miliar.

Pemecatan pelatih berkebangsaan Italia yang lahir di Swiss tersebut semakin menegaskan Chelsea sebagai salah satu klub yang gemar menghamburkan uangnya untuk gonta-ganti pelatih. Mungkin sedikit lebih ekstrem, Abramovich kurang menghargai para pelatih Chelsea. Bahkan Di Matteo yang sudah berjasa membawa Chelsea juara Liga Champions saja bisa dipecat walaupun belum genap setahun melatih. Total, sementara sudah 8 pelatih yang menduduki kursi panas pelatih Chelsea selama masa "kekaisaran" Roman Abramovich.

Kalau sudah begini, kita lihat saja bagaimana kelanjutan raihan prestasi Chelsea, apakah semakin sukses atau justru merosot. Bagi Di Matteo, mungkin tak perlu berkecil hati meskipun kecewa, karena hingga saat ini dia merupakan satu-satunya pelatih Chelsea yang berhasil membawa trofi Liga Champions ke Stamford Bridge, bahkan seorang Jose Mourinho pun tidak mampu meraihnya di Chelsea. Selain itu, karena pernah meraih trofi Liga Champions, bagaimanapun juga, dia sudah termasuk sebagai jajaran pelatih bintang lima. Good Luck for your next carrier De Matteo.


DATA DIRI DI MATTEO

Nama lengkap : Roberto Di Matteo
Tanggal lahir : 29 Mei 1970
Tempat lahir : Schaffhausen, Swiss
Tinggi : 1.80 m (5 ft 11 in)
Posisi bermain: Gelandang

Karier pemain

1988–1991 Schaffhausen
1991–1992 Zürich
1992–1993 Aarau
1993–1996 Lazio
1996–2002 Chelsea
Tim nasional
1994–1998 Italia

Kepelatihan
2008–2009 Milton Keynes Dons
2009–2011 West Bromwich Albion
2012 Chelsea


Minggu, 18 November 2012

Norwich vs Manchester United, the Review: Now Fergie Babes can't Strike Back

Kebiasaan tertinggal lebih dahulu bukan merupakan kebiasaan yang baik, walaupun di akhir pertandingan bisa membalikkan keadaan atau minimal menyamakan kedudukan. Manchester United (MU) seringkali berada di situasi seperti itu. Bahkan hingga hampir paruh musim ini, 90% kemenangan MU diraih setelah mereka tertinggal terlebih dahulu Memang kalau berhasil membalikkan atau minimal menyamakan skor bisa dianggap luar biasa, dramatis, apalagi tertinggal minimal 2 gol, namun bagaimana jika MU akhirnya tidak bisa menyamakan atau membalikkan keadaan? Itulah yang terjadi semalam, saat MU akhirnya kalah dari Norwich City setelah tertinggal 1 gol. Mungkin para Manchunian di seluruh dunia berharap MU bisa membalikkan keadaan seperti yang berkali-kali mereka lakukan, namun melihat permainan mereka yang nyaris tanpa determinasi, MU kali ini memang pantas kalah. Ya, tanpa determinasi, itulah gambaran MU semalam. Mereka kalah semangat dari para pemain Norwich, yang meskipun secara kualitas jauh di bawah para pemain MU, namun berhasil menampilkan kekompakan tim yang berujung pada gol kemenangan yang diciptakan Pilkington. Absennya Rooney dan Kagawa akibat cedera benar-benar berpengaruh, setidaknya Rooney masih bisa menjadi Fake Playmaker yang bisa merubah arah permainan. Kagawa, tentu saja dia playmaker sejati, umpan-umpannya akurat, mungkin kekurangannya hanya pada stamina dan body balance. Sejak babak pertama, MU memang menguasai jalannya pertandingan, apalagi di sektor tengah, namun penguasaan tersebut hanya berkutat di area tersebut, yang lebih banyak dimainkan oleh Carrick, Giggs, Young, Valencia, plus Evra, Rafael, dan Van Persie yang ikut "bergerombol" di lapangan tengah, berputar-putar, umpan ke kanan, ke tengah, kembali ke belakang, namun jarang melakukan tusukan ke pertahanan Norwich, seakan-akan agak meremehkan, nyaris tidak terlihat spirit untuk memburu gol terlebih dahulu, apalagi menang telak. Hingga paruh pertama selesai, MU hanya punya 1 peluang emas dari tendangan Ashley Young memanfaatkan kemelut di muka gawang Norwich hasil dari tendangan sudut Van Persie. Saya berharap, di babak kedua, permainan MU berubah, lebih banyak serangan berbahaya, dan membuat banyak gol, tanpa kebobolan. Tapi kenyataannya, tidak ada perubahan sama sekali. Umpan-umpan banyak yang tidak akurat, baik dari kuartet lini tengah mereka maupun Evra dan Rafael. Namun paling mengecewakan menurut saya adalah Valencia dan Young, entah kenapa mereka bermain jauh di bawah standar. Pergerakan mereka gampang dibaca, umpan-umpannya tidak akurat. Dampaknya Van Persie tidak punya peluang mencetak gol, begitu juga Chicarito. Keasyikan menyerang, yang ditakutkan akhirnya tiba, kelengahan barisan belakang yang ditandai dengan terlambatnya Rafael kembali ke posnya sebagai bek kiri setelah ikut maju menyerang, harus dibayar mahal. Keterlambatannya menutup ruang gerak Hoult menyebabkan kapten Norwich tersebut leluasa melepaskan umpan ke kotak penalti MU dan disambut sundulan Anthony Pilkington yang menghasilkan gol pada menit 60.
Para Manchunian tentu saja cemas, karena kondisi tertinggal terlebih dahulu kembali terjadi, namun sekaligus ada kepercayaan bahwa MU bakal kembali mengulang "Strikes Back" seperti di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Menit 69, Fergie kemudian memasukkan Scholes yang menggantikan Valencia, dan Welbeck menggantikan Chicarito. Ternyata masuknya 2 pemain itu tidak banyak membantu. Memang serangan MU semakin tajam hingga membuat para pemain Norwich semakin merapatkan pertahanan (hingga dipuji Fergie). "Anda harus memberi pujian kepada cara Norwich bertahan. Mereka bertahan total untuk tetap selamat dalam pertandingan malam ini," Sir Alex Ferguson. Scholes tidak dapat memberi kreasi yang signifikan di lini tengah, passing-passingnya hanya berkutat di tengah saja, tidak seperti biasanya yang melakukan throgh pass berbahaya ke kotak penalti lawan. Welbeck tidak kalah buruk, dia ternyata tidak dapat berperan sebagai Super Sub, sama sekali tidak menghasilkan peluang, satu kesempatan saat mendapat ruang bebas untuk melakukan sundulan, tapi sundulannya justru menyamping jauh! Mungkin Welbeck bisa agak dimaklumi karena kelelahan pasca membela tim nasional Inggris. Ada baiknya jika pada pertandingan semalam lebih baik jika Welbeck menjadi strating eleven, Chicarito kemudian masuk menggantikannya, karena Chicarito lebih berpengalaman mencetak gol saat dia masuk sebagai pemain pengganti. Upaya Fergie semakin sia-sia saat memasukkan Anderson yang tidak juga memberi perubahan pada serangan MU. Total 9 shoot on target dan 12 corner kick yang dilakukan MU tidak menghasilkan satu pun gol. Overall, Fergie lagi-lagi harus membenahi barisan belakang MU. Mungkin MU perlu membeli pemain belakang bintang lima, sama seperti saat Fergie membeli Rio Ferdinand, karena rapuhnya barisan belakang MU sudah akut. Saking akutnya sampai-sampai hingga pekan ke-12 EPL, MU sudah kebobolan 17 gol dan 3 kali kalah! Padahal English Premier League memberlakukan aturan goal defference untuk menentukan juara (jika nilai antara peringkat 1 dan 2 sama hingga pekan terakhir). Tentu saja MU tidak ingin mengulangi "sakit hati" musim kemarin kan?

Senin, 10 September 2012

Mengenang Sahabat

Ini tentang seorang yang baik, berbakti sama orang tua, orang yang ramah, pintar, rela berkorban, pekerja keras, tapi sayangnya dia sudah dipanggil Yang Maha Kuasa saat umurnya masih belum genap seperempat abad dan belum sempat berkeluarga. Dia adalah sobatku, yang lama sudah nggak ketemu. Sebut saja namanya Awan. Dulu rumah kita sama-sama satu kampung, sampai sekarang sih rumahnya masih tetap, cuma sejak beberapa tahun lalu dia kerja di Malang, jadi kita sudah jarang banget ketemu. Tapi menurutku lebih baik dia kerja jauh seperti itu, tinggal di Malang, daripada harus tinggal di Surabaya tapi rawan terkontaminasi. Terkontaminasi?? Ya, gitu aku nyebutnya, karena kondisi keluarganya nggak stabil, itu bahasa halusnya. Ia punya 6 kakak, 3 kakak laki-lakinya termasuk brandalan dan 2 diantaranya sudah pernah masuk penjara, praktis yang baik secara attitude tinggal kakak tertuanya, dan 2 kakak perempuannya, sayangnya yang good attitude itu kondisinya kurang mapan, dan harus diakui kalau si Awan yang paling mapan meskipun dia anak bungsu. Ibunya sudah lama meninggal dunia, ayahnya kasihan, baru meninggal hampir setahun lalu karena sakit. Sejak masih sekolah, Awan memang pintar, kita pernah satu sekolah waktu SD dan SMP, tapi dia adik kelasku. Dia selalu ranking sehingga banyak dikenal oleh guru-guru. Attitudenya juga baik, sederhana, dan nggak neko-neko. SMA kita sudah tidak satu sekolah lagi, dia memilih masuk SMK. Aku memaklumi karena habis lulus dia bisa langsung kerja buat membantu ayahnya. Dan benar saja, setelah lulus SMK, dia kerja dan sejak itu kita jarang ketemu, sampai aku dengar kabar kalau dia kerja di salah satu toko buku terkenal di Indonesia dan ditempatkan di Malang, hingga kondisinya cukup mapan sekarang, berkat kerja kerasnya. Sayangnya kehidupan dia di dunia ini tidak bisa lama, 9 September 2012, disaat umurnya masih sekitar 23 tahun, dia meninggal dunia karena sakit. Aku tidak menyebutkan sakit apa, buat menghormati dia. Dari situ aku mikir, kenapa orang sebaik Awan secepat itu meninggal? Pertanyaan yang nggak berujung karena tentu cuma Tuhan yang tahu, namun kita bisa mengambil hikmahnya. Orang seperti Awan itulah yang lebih pantas dijadikan inspirasi, yang talk less do more, bukan talk more do less macam motivator. Farewell sobat. Semoga segala kebaikanmu diterima Tuhan, hiduplah tenang dan damai di alam sana.

Bojonegoro Trip, Takjub dengan Pembenahan PT Kereta Api

Setelah sempat lama nggak naik kereta api, akhirnya 8 September kemarin aku bisa naik kereta api lagi walaupun cuma buat tujuan Bojonegoro. Kalau cuma bisa naik lagi sih udah biasa, tapi ada yang tidak biasa dan beberapa hal baru di perkeretaapian Indonesia. Sejak tahun lalu sebenarnya aku sudah sering dengar kalau di PT Kereta Api Indonesia ada banyak perubahan terutama perubahan ke arah positif. Lebih tepatnya sejak Ignasius Jonan menjadi Dirut PT Kereta Api Indonesia pada 2009 lalu. Saya sering dengar kalau sekarang peron di stasiun-stasiun harus steril dari penumpang saat kereta api yang akan mengangkut mereka belum datang, pembelian tiket tujuan jarak jauh harus sesuai dengan nama di KTP pemilik tiket, jadi tiap penumpang cuma memegang 1 tiket aja, terus jumlah penumpang harus pas dengan jumlah tempat duduk di gerbong, berlaku buat seluruh kelas baik itu eksekutif, bisnis, dan eksekutif, jadi nggak ada namanya penumpang berdiri, dan sebagianya. Pertama aku kurang percaya, tapi ternyata benar. Kembali ke topik ke Bojonegoro diatas, kali ini aku bener2 takjub karena penertiban-penertiban itu ternyata benar-benar diterapkan. Dulu masuk ke Stasiun Pasar Turi aja agak ogah-ogahan karena terkesan kotor, sumpek, padat penumpang dan kurang teratur, tapi sekarang stasiun lebih bersih, padat penumpang sih masih tetap, cuma lebih teratur, andaikan sampai ada yang ngemper pun nggak terlalu lama, peron di dalam stasiun steril dari calon penumpang, jadi penumpang baru boleh masuk peron sekitar 15 menit sebelum kereta api berangkat, penjagaan juga lebih diperketat, penjual makanan nggak keliatan bersliweran di peron dalam maupun di dalam kereta. Terus masuk ke kereta Cepu Express, busyet, kelas ekonomi tapi ber-AC, dalamnya terang, keliatan bersih, cukup mewah untuk sekelas kereta api ekonomi, maklum juga, masak kereta ekonomi AC sama kayak kereta ekonomi biasa? Walaupun gitu, kabarnya kereta api ekonomi biasa pun sekarang lebih bagus, terutama sejak diterapkannya kebijakan tidak boleh ada penumpang berdiri maupun pedagang asongan di kereta api termasuk kelas ekonomi, jadi keliatan lebih bersih, cuma aku belum pernah tahu sendiri, mungkin lain kali juga tahu kalau pas naik KA kelas ekonomi biasa.
Yang baru aku tahu juga waktu naik KA Cepu Express itu di dalam kereta ada cleaning service-nya, tiap berapa jam gitu dia menyapu lantai kereta, jadi tetap bersih sampai stasiun tujuan, terus ada juga layar monitor elektronik panjang di ujung-ujung gerbong bertuliskan nama kereta dan setiap melewati maupun berhenti di stasiun tertentu, tulisan di layar itu berganti menjadi nama stasiun tersebut. Hmm..berguna banget buat penumpang yang pengen tahu sudah sampai di mana perjalanan keretanya. Sampai tujuan juga tidak sampai terlambat, relatif tepat waktu seperti yang tertulis di tiket. Banyak banget kelebihannya sekarang, mungkin kekurangannya (Kereta Api Cepu Express) adalah jarak antar tempat duduk di depannya kurang luas, jadi kaki tidak bisa selonjor enak, kalaupun mau selonjor, kakinya dinaikkan ke tempat duduk di hadapan kita, tentu saja agak sungkan kalau di hadapan kita ada penumpang lain. Dan juga suara mesinnya cukup noisy yang bikin suasana di dalam kereta cukup berisik. Least but not last, salut buat PT Kereta Api Indonesia yang secara keseluruhan sudah berbenah banyak demi kenyamanan para pengguna kereta api. Semoga pembenahan ini tetap dipertahankan atau semakin ditingkatkan sekalian. Two thumbs up.

Sabtu, 19 Februari 2011

Hiburan ala United: Ciri Khas dari Pertandingan-Pertandingan United yang Membuat Kita Betah untuk Menonton

Manchester United tahu bagaimana cara menghibur pendukungnya. Tim kebanggaan kita ini tidak hanya menyajikan permainan sepakbola indah, tetapi juga menyajikan drama sepakbola yang membuat pertandingan-pertandingan United merupakan sebuah entertainment tersendiri. Ada tiga hal yang menjadi ciri khas hiburan ala Manchester United.
Pertama adalah kemenangan telak. Pertandingan sepakbola menjadi menyenangkan untuk dinikmati jika tim kesayangan kita berhasil mengalahkan tim lawan dengan skor mencolok. Perasaan superior dan ditakuti tim lawan akan muncul saat sebuah tim berhasil mencetak skor besar. Hanya saja unsur ketegangannya kurang kita rasakan. United berkali-kali mengalahkan lawan-lawannya dengan selisih lebih dari empat gol. Bahkan menurut pengamatan saya, jika dalam satu musim kompetisi liga United pernah mencetak kemenangan minimal 5-0 (syukur-syukur kalau lebih), maka di akhir musim United seringkali menjadi juara liga. Sayangnya musim ini daya gedor United terkesan agak kurang garang karena United lebih sering menang dengan skor selisih 1 gol dan rata-rata hanya mencetak dua gol per pertandingan. Untungnya, United sudah pernah menang dengan skor 5-0 ketika melawan Birmingham, bahkan sempat lebih besar ketika mencetak angka 7-1 melawan Blackburn. Itu berarti United berpeluang besar menjadi juara liga musim ini.
Kedua adalah The Late Show. Maksudnya dalam konteks ini adalah gol-gol yang terlambat datang, entah itu gol balasan penyama kedudukan maupun gol penentu kemenangan yang dicetak menjelang menit-menit terakhir setelah keunggulan United disamakan lawan atau saat skor 0-0 sepertinya menjadi skor akhir. Musim ini kita sering melihat United melakukannya, antara lain saat melawan Liverpool, Bolton, Stoke, Wolves, Aston Villa, WBA, Rangers, dan Valencia. Untuk yang ini, unsur ketegangan sudah cukup tinggi.
Namun, unsur ketegangan tertinggi adalah ciri khas ketiga, yaitu Fight Back atau dalam konteks ini maksudnya adalah membalikkan ketertinggalan skor menjadi kemenangan bagi United saat laga berakhir. Unsur ketegangannya tertinggi karena tidak hanya menunjukkan semangat pantang menyerah saja, namun semangat untuk tetap memenangkan pertandingan meskipun harus tertinggal berapapun skornya. Sangat dramatis! Mental juara tingkat tinggi benar-benar ditunjukkan saat United melakukan Fight Back. Sudah banyak pertandingan yang harus dlalui United dengan cara Fight Back. Namun saya akan memberi contoh empat pertandingan yang menurut saya paling mengesankan.
Pertama adalah saat bertandang ke Spurs musim 2001-2002. Saat itu United tertinggal 3-0 pada babak pertama, namun saat babak kedua, Spurs dibalas dengan lima gol hingga skor akhir 3-5 untuk United. Kedua, saat bertandang ke Highbury musim 2004-2005 dimana setelah tertinggal 0-1, akhirnya United unggul 2-4, dan ketika itu masih masa-masa perselisihan yang meruncing antara Keano dan Viera. Ketiga adalah final Champions League pada 26 Mei 1999, yang ini tidak perlu saya jelaskan lagi karena merupakan hal yang paling mengesankan bagi Manchester United beserta para Manchunian-nya dibandingkan dengan pertandingan-pertandingan lainnya. Dan yang terakhir adalah saat bertandang ke Blackpool musim ini (dari tertinggal 2-0 dibalik menjadi 2-3 saat pertandingan berakhir). Pertandingan ini menjadi salah satu yang mengesankan karena disaat sepertinya United menelan kekalahan pertamanya musim ini, ternyata hal itu tidak terwujud. Rekor tak terkalahkan tetap terjaga sampai 23 pertandingan liga bahkan menjauhkan diri dari kejaran Arsenal menjadi selisih lima poin.


Ardha Ichsan Asyari
Manchunian Surabaya